Kembang Desa

Nadia Samer – Di tengah hutan tinggalah seorang nenek tua yang hidup sebatangkara setelah ditinggal suaminya karena sakit.

Keseharian nenek hanya mencari kayu bakar di hutan dan dijual ke pasar. Jarak pasar dengan rumahnya kurang lebih 1 Kilometer.

Hasil berjualan ia tukarkan dengan sedikit singkong, jika ada lebih uang ia sisihkan untuk membeli ikan asin sebagai lauk.

Ketika pergi ke pasar, ia kadang mendapat tawaran menggarap ladang warga sekitar pasar.

Hasil meladang dipergunakan nenek membeli beras yang cukup untuk ia konsumsi selama 3 hari.

Singkong yang ia beli sebagian di konsumsi dan sebagian di tanam di lahan kecil depan rumah. Terkadang hasil panenan singkong ia olah menjadi gaplek (singkong yang dikupas dan dikeringkan dengan bantuan panas matahari)

Gaplek yang dibuat ia jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Daun singkong yang masih muda nenek ambil untuk dimasak sendiri.

Rumah yang ia tinggali, saat ini terbuat dari kayu, bertembok anyaman bambu, lantainya masih berupa tanah dan beratapkan genting.

Ketika hujan turun dengan deras rumah nenek bocor, ia selalu menaruh baskom di bawah tetesan air dan menutup perabotan dengan plastik.

Di rumahnya tidak ada sumur, sehingga sumber air terdekat yang bisa dimanfaatkan adalah sungai yang berada 500 m dari rumahnya.

Jika ingin mandi dan mencuci pakaian nenek harus berjalan kaki. Saat persediaan air konsumsi di rumah habis, ia berjalan lagi ke sungai sambil membawa 2 jurigen kosong untuk di isi air bersih.

Sesampainya di rumah, nenek akan memasukan air yang dibawanya ke dalam gentong (tempat penampung air yang terbuat dari tanah liat).

Alat memasak di rumahnya masih tradisional yaitu terbuat dari tanah liat dan kayu. Karena di rumah nenek tidak ada aliran listrik, ia memanfaat ublik (lampu templok yang berbahan sumbu dan minyak tanah) sebagai penerangan.

Pada suatu hari, saat nenek mencari kayu bakar untuk dijualnya ke pasar. Tiba-tiba ia mendengar suara bayi menagis.

Kemudian, ia mencari sumber suara dengan menelusuri hutan. Ternyata suara berasal dari arah sungai.

Nenek langsung pergi ke sungai dan dilihatnya keranjang terbuat dari anyaman bambu di tepi sungai mengeluarkan tangisan bayi.

Ia segera menghampiri keranjang tersebut, alangkah terkejutnya nenek melihat seorang bayi menangis di dalam keranjang itu. Nenek tidak tau bayi itu milik siapa dan dimana orang tuanya.

Bayi itu terus menangis dan nenek merasa kasian. Ia segera mengambil keranjang dan menggendong bayi tersebut. Nenek segera pulang dan meninggalkan kayu yang ia kumpulkan tadi di hutan.

Sesampainnya di rumah, nenek kebingungan karena bayi ini terus menangis. Nenek pun menggendong dan menimangnya sampai bayi itu tertidur pulas.

Setelah bayi itu tertidur, nenek menaruhnya di kasur kapuk miliknya. Nenek pun meninggalkan bayi tersebut dan mengambil keranjang yang ia bawa tadi.

Saat nenek membersihkan keranjang, ia baru mengetahui bahwa di dalam keranjang itu terdapat baju bayi perempuan dan amplop yang berisi gelang bertuliskan nama anak tersebut yaitu “SARINAH”.

Sejak saat itu nenek merawatnya dengan kasih sayang dan selalu mengajaknya pergi ke hutan. Mencari kayu bakar, pergi ke pasar menjual kayu dan gaplek. Pendapatannya hasil menjual kayu dan gaplek cukup untuk membeli susu Sarinah.

Hari-hari terus berlalu, kini Sarinah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik hati. Sarinah yang akrab dipanggil Sari oleh orang-orang.

Sari menganggap nenek yang merawatnya dari kecil sebagai orangtuanya. Sekarang Nenek semakin tua dan tenaganya tidak sekuat dulu lagi.

Setiap pagi, Sari membatu nenek mencari kayu di hutan dan menjualnya ke pasar. Saat ke pasar Sari berpergian sendiri dan menyuruh nenek agar tetap berada di rumah untuk beristirahat karena kini kondisinya sering sakit.

Pada saat siang hari pulang dari pasar, ia membantu nenek memasak dan mencuci baju di sungai.

Sore hari, ia mengambil air di sungai untuk konsumsi dan memanen singkong yang sekarang tumbuh banyak di depan rumah.

Selain membantu nenek, ia juga bekerja sebagai pembantu di salah satu rumah warga di dekat pasar. Penghasilan Sari dipergunakan untuk membeli obat nenek dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kini usia Sari tepat 20 tahun, Ia tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, berkulit putih, ramah, dan baik hati.

Sifat dan sikapnya yang baik banyak warga yang menyukainya. Tak jarang juga ada yang iri dan membencinya karena parasnya yang rupawan.

Karena parasnya, ia oleh warga pasar sering dijuluki kembang desa. Sekarang keadaan nenek semakin memburuk, ia hanya bisa berbaring dan berjalan ke teras untuk duduk sambil menikmati teh hangat.

Ketika pagi hari saat Sari pulang dari hutan sambil membawa kayu, ia menjumpai nenek di teras yang masih menikmati teh hangat.

Sari pun menghampiri nenek dan mengobrol sebelum ia berangkat ke pasar. Saat itu juga nenek menceritakan kejadian dimasa lalu, bagaimana ia bisa bertemu dengan remaja cantik seperti Sarinah yang kini semakin dewasa.

Nenek juga berpesan kepadanya bahwa tubuh nenek tidak sekuat dulu dan tidak bisa merawat Sari lagi. Nenek ingin Sari mencari orang tua kandungnya dengan berbekalkan gelang yang di pakaikan nenek.

Sarinah berpamitan kepada nenek dan segera berangkat ke pasar karena hari sudah siang. Sesampainya di pasar, ia langsung menjual kayu bakar dan singkong ke pengepul.

Ketika ia hendak berbelanja ikan asin, tiba-tiba ada ibu yang bertanya kepada sarinah. Ibu itu menanyakan dimana ia tinggal.

Ternyata dari kejauhan waktu Sarinah di pengepul singkong, ia melihat di tangan Sari melingkar sebuah gelang yang bertuliskan Sarinah.

Sarinah pun menceritakan bagaimana ia bisa memakai gelang tersebut. Setelah ibu itu mendengarkan ceritanya, ia ingin mengunjungi rumah Sarinah.

Selesai membeli ikan asin, ia mengajak ibu itu pergi kerumahnya dan berjumpa orang yang sampai kini merawatnya dengan kasih sayang yang tulus. Ketika diperjalanan ibu itu bertanya dengan siapa ia tinggal.

Ketika sampai di rumahnya, Sarinah mempersilahkan ibu itu duduk di teras dan membuatkannya teh hangat.

Ia memanggil nenek di kamar sambil membantunya berjalan ke teras. Ibu itu terkejut, ternyata benar, nenek yang dimaksud Sarinah itu adalah nenek yang mengambil bayi yang dibuangnya di sungai saat itu.

Ia bisa mengetahui hal tersebut, karena sebelum pergi jauh ia bersembunyi di balik pohon bambu yang rimbun dan memastikan bayi itu aman dari hewan buas.

Ibu itu bertanya bagaimana ia bisa menemukan Sarinah. Ibu hanya memastikan, apakah benar Sarinah ini anaknya yang ia tinggalkan di tepi sungai dahulu.

Saat bercerita Sarinah berada di dapur untuk memasak. Ia dipanggil nenek untuk mengambilkan keranjang yang dulu ditemukannya.

Ketika ibu itu melihat baju bayi yang berada dikeranjang tersebut ia semakin yakin bahwa sarinah itu benar anak kandungnya.

Hari sudah sore sarinah selesai memasak dan mengajak ibu itu makan bersama. Selesai makan ibu itu berpamitan untuk pulang.

Keesokan harinya, ibu itu bertemu Sarinah di pasar dan ia mengajak Sarinah pergi ke rumahnya. Ketika sampai di rumahnya Sarinah kagum melihat rumah yang bagus namun sederhana.

Ia dipersilahkan duduk dan ibu menyiapkan camilan di depannya. Ibu mengajak berbicara Sarinah tentang kejadian waktu itu dan menjelaskan bahwa ibu ini adalah ibu kandungnya.

Sarinah mencoba memahami keadaan ibu saat itu dan mencoba ikhlas tentang kejadian ini. Ibu pun berniat mengajak Sarinah dan nenek untuk tinggal bersamanya.

Sarinah menyetujuinya, pada sore hari ibu dan sarinah pergi kerumah nenek dan sesampainya disana mereka mengemasi barang-barang untuk dibawa kerumah ibu.

Sejak saat itu, ia meninggalkan gubuk tua yang ia tempati sejak kecil bersama nenek. Mereka pindah ke kota tinggal bersama ibu.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published.